Beranda | Artikel
Beberapa Bentuk Cinta dan Loyalitas (Wala) kepada Orang Kafir yang Terlarang
Minggu, 1 Januari 2017

Di antara pokok aqidah Islam adalah al-wala’ wal bara’. Seorang muslim yang mengaku cinta kepada Allah Ta’ala dan Rasul-nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dituntut untuk membuktikan klaim (pengakuan) tersebut. Yaitu dengan mencintai dan memberikan loyalitas (al-wala’) kepada setiap yang Allah cintai, yaitu orang-orang yang beriman, mencintai tauhid dan orang-orang yang bertauhid. Dan sebaliknya, dia harus membenci, menjauh dan berlepas diri (al-bara’) dari semua yang Allah Ta’ala benci, berupa kekafiran, kemusyrikan, dan para pelakunya. [1] Meskipun hal ini tidaklah menghalangi kita untuk tetap berbuat baik kepada mereka, tetap mendakwahi mereka, tidak bersikap dzalim terhadap mereka, atau mencintai mereka sebatas kecintaan yang bersifat tabiat atau naluri sebagai manusia biasa. [2]

Akan tetapi, seiring dengan jauhnya umat Islam dari ajaran agama mereka yang murni, maka aqidah al-wala’ wal bara’ ini justru dianggap asing dan aneh, dan akhirnya menjadi rancu dan terbolak-balik. Sebagian umat Islam justru memberikan cinta dan loyalitas (al-wala’) kepada kekafiran dan simbol-simbol kekafiran. Oleh karena itu, kami sebutkan beberapa bentu wala’ kepada orang-orang kafir yang sudah terlanjur membudaya di masyarakat kita.

Ikut Serta dalam Perayaan Hari Besar Mereka

Inilah salah satu bentuk propaganda kelompok tertentu dengan mengatasnamakan “kerukunan” atau “toleransi” antar umat beragama. Namun toleransi yang dilandasi dengan meruntuhkan dan membuang jauh-jauh terlebih dulu aqidah al-wala’ wal bara’ yang diajarkan oleh agama Islam. Demi “persatuan antar umat beragama”, mereka membuang dan mencampakkan aqidah Islamnya sendiri dengan bergabung dan ikut serta dalam acara peringatan hari raya orang-orang kafir serta memberi ucapan selamat kepada mereka di hari-hari besar mereka.

Padahal Allah Ta’ala berfirman ketika menceritakan sifat hamba-hambaNya yang beriman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (begitu saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.(QS. Al-Furqan [25]: 72)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di -rahimahullahu Ta’ala- menjelaskan,

أي: لا يحضرون الزور أي: القول والفعل المحرم

Maksudnya, mereka tidak menghadiri perbuatan zur, yaitu semua perkataan dan perbuatan yang diharamkan.” [3]

Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullahu Ta’ala- menjelaskan, maksud ayat ini adalah bahwa di antara sifat hamba-hamba Allah Ta’ala adalah tidak menghadiri perayaan hari besar orang-orang kafir. [4]

Memuliakan dan Mengagungkan Mereka, serta Memuji-muji Akhlak Mereka, tanpa Melihat Aqidah dan Agama Mereka yang Batil dan Rusak

Demikianlah sikap sebagian kaum muslimin terhadap orang kafir. Mereka memuliakan dan mengagungkan orang kafir karena menganggap bahwa orang-orang kafir itu lebih hebat dan lebih maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga mereka pun bersikap merendahkan diri mereka sendiri di hadapan orang-orang kafir. Demikianlah kenyataan yang ada, kita sering menjumpai orang yang suka memuji orang kafir atas peradaban, kekayaan, dan kemajuan teknologi yang mereka capai, dan mencela saudara mereka sendiri (kaum muslimin) karena miskin atau masih jauh tertinggal di belakang orang kafir dalam urusan dunia.

Kita tidak mengingkari bahwa pada saat sekarang ini Allah Ta’ala memberikan kepada orang-orang kafir kejayaan, menjadikan mereka sebagai “penguasa” di dunia ini, serta ilmu pengetahuan, teknologi, dan persenjataan mereka lebih unggul dibandingkan dengan kaum muslimin. Akan tetapi, hal ini tidaklah menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu berada di atas kebenaran (al-haq), dan tidak pula menunjukkan bahwa Allah Ta’ala meridhai agama dan aqidah mereka.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala tegaskan bahwa orang-orang kafir adalah makhluk paling jelek di muka bumi. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al-Bayyinah [98]: 6)

Adapun nikmat yang Allah Ta’ala berikan itu hanyalah dalam rangka “hukuman” (istidraaj) kepada orang-orang kafir tersebut sehingga dosa mereka semakin bertambah-tambah. Sehingga berlipat-lipat pula hukuman bagi mereka di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ (55) نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ (56)

Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (QS. Al-Mu’minuun [23]: 55-56)

Menyerupai (Tasyabbuh) Mereka dalam Masalah Pakaian dan Ciri Khas Mereka yang Lain

Hal ini karena tasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka adalah tanda kecintaan kepada mereka. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.(HR. Abu Dawud no. 4031, hadits ini shahih).

Berdasarkan hadits ini, maka tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyerupai orang kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka, seperti suka mencukur jenggot dan memanjangkan kumis. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَوْفُوا اللِّحَى

Selisihilah orang-orang musyrik, yaitu pangkaslah kumis dan biarkanlah (lebatkanlah) jenggot.(HR. Muslim no. 259)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Pangkaslah kumis dan panjangkanlah jenggot! Selisihilah orang-orang Majusi!” (HR. Muslim no. 260)

Demikianlah beberapa bentuk wala’ (cinta dan loyalitas) kepada orang kafir yang wajib kita jauhi. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kaum muslimin.

***

Diselesaikan ba’da isya, Rotterdam 29 Rabiul Awwal 1438/28 Desember 2016

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Penjelasan singkat tentang aqidah al-wala’ wal bara’ dapat dilihat pada tautan berikut ini:

https://muslimah.or.id/6845-perayaan-natal-dan-aqidah-al-wala-wal-al-bara-yang-dianggap-usang-1.html

https://muslimah.or.id/6849-perayaan-natal-dan-aqidah-al-wala-wal-al-bara-yang-dianggap-usang-2.html

[2] Silakan dilihat tulisan kami bahwa aqidah al-wala’ wal bara’ tidaklah mengajarkan kedzaliman kepada orang kafir,

https://muslimah.or.id/6862-perayaan-natal-dan-aqidah-al-wala-wal-al-bara-yang-dianggap-usang-4.html

[3] Taisiir Karimirrahman, hal. 587 (Maktabah Syamilah).

[4] Al-Irsyaad ila Shahiih Al-I’tiqaad, hal. 251, cet. Maktabah Salsabila.

🔍 Hukum Bersalaman Setelah Shalat, Hukum Sunat Bayi Perempuan, Hadits Tentang Islam Iman Dan Ihsan, Bahaya Sifat Dendam, Puasa Di Bulan Muharram


Artikel asli: https://muslim.or.id/29210-beberapa-bentuk-cinta-dan-loyalitas-wala-kepada-orang-kafir-yang-terlarang.html